Senin, 11 Maret 2019

Papat Limo Pancer

Papat Limo Pancer

Memiliki banyak konsep yang kesemuanya benar menurut versi masing masing. Karena pemahaman papat limo pancer berkembang / dikembangkan menjadi banyak versi namun pada dasarnya semuanya berawal dari hal yang sama. Perlu digaris bawahi bahwa masing masing konsep bisa saling melengkapi meskipun penyebutan mungkin bisa mirip ataupun berbeda satu sama lain. 
Papat limo pancer sudah ada sejak jaman dahulu tapi entah kapan bermula namun konsep ini sepertinya lebih dikenal di Jawa. Apakah diluar negeri dikenal konsep ini? Mungkin mereka menyebutnya "guardian angel". 

Sedulur papat limo pancer atau papat limo pancer atau keblat papat limo pancer. Ada yang mendeskripsikan sebagai perwujudan empat unsur: air angin api tanah dan pancernya adalah roh/sukma. Ada juga yang mendeskripsikan sebagai perwujudan empat nafsu manusia: mutmainah sufian marah aluamah dan pancernya roh/sukma. Ada lagi yang menambahkan kakang kawah adi ari ari. 

Pendayagunaan atau membangkitkan sedulur papat limo pancer ada banyak cara. Cara yang sudah lazim dikenal adalah melakukan puasa pada hari neton atau puasa apit neton. Puasanya pun juga ada banyak cara, ada yg memilih dengan puasa ngebleng saat hari neton, jika apit neton puasa mutih sebelun hari neton diteruskan ngebleng saat hari neton ditutup mutih setelah hari neton. Dan banyak lagi. 
Ada yang mengatakan bahwa sebenarnya sedulur papat limo pancer saat kita bayi mereka masih sangat dekat dengan kita, dengan alasan bahwa kita belum banyak berbuat dosa. Seiring berkembangnya kita dan seiring makin banyak kita berbuat dosa maka sedulur papat tersebut akan semakin jauh. Namun ada juga yang tidak berpendapat seperti itu. 

Bagaimana membangkitkan sedulur papat limo pancer setelah ada acara puasa? Banyak amalan atau "jawab" (jawabe - jawa) yang beredar dikalangan masyarakat. 

Beberapa contoh jawab/amalan yang digunakan:

“Marmarti kakang Kawah adhi Ari-ari Getih Puser, kadang-ingsun papat kalima pancer, kadangingsun kang ora katon lan kang ora karawatan, sarta kadangingsun kang metu saka mar-gaina lan kang ora metu saka margaina, miwah kadangingsun kang metu barengan sadina kabeh, bapanta ana ing ngarep, ibunta ana ing wuri, ayo pada rewang-rewangana ingsun, katekanna ing sakarsaningsun.

Kakang Kawah kang rumeksa awak mami tekakna sedyaku,
Adhi Ari-ari kang mayungi ngenakake pengarah,
Ponang getih ing raina wengi rewangana aku,
Allah kang kuwasa kaparenga panyuwun kula,
Puser turutana panjalukku,
Sadulurku papat kalima pancer kang lahir bareng sadina
sing metu marga ina sing ora metu marga ina
sing karawatan kumpul ingsun ora pisah
kula pengin ketemu saking kersaning Gusti.


Ada yang menggunakan bahasa daerah masing masing. Jadi semuanya benar menurut versinya. Tidak ada yang salah. Karena ngelmu papat limo pancer tidak bisa dikatakan yang paling benar ini atau itu. Ada juga yang menambahkan dengan kalimat kalimat yang berbau agama, boleh saja selama tidak menyimpang. 

Paling penting dalam menggunakan sedulur papat limo pancer adalah sikap jujur, rendah hati dalam keseharian karena itu sangat berpengaruh. Karena tahap setelah penguasaan sedulur papat limo pancer adalah pengenalan sukma sejati, mungkin ada juga yang menyebutnya guru sejati.  Pengaktifan sedulur papat limo pancer konon sebenarnya adalah sama saja menguasai ilmu yang komplit tnapa harus belajar ilmu ilmu yang lain (keilmuan dalam supranatural). 
Namun yang paling utama dari pengaktifan sedulur papat limo pancer adalah pencapaian "keslametan". Ibaratnya kita akan tahu apa yang akan terjadi didepan kita, dalam konsep kejawen: ngerti sak durunge winarah. Pencapaian penggunaan sedulur papat limo pancer bukanlah menjadi kebal atau sejenisnya namun lebih kepada "keslametan" tadi. Kadang kita merasa (feeling) untuk tidak lewat jalan tertentu atau sejenisnya. Begitu kita tidak lewat sana ternyata ada kecelakaan disana dan kita selamat karena kita tidak melewatinya.

Bersambung (ngantuk)





Sabtu, 09 Maret 2019

Dasar Filsafat Jawa

Dasar Filsafat Jawa
1. Kesadaran Religius
Keimanan dan kepercayaan kepada sesembahan (Tuhan Semesta Alam) yang mendasari munculnya sistem religi dan ritual penyembahan.
2. Kesadaran Kosmis
Menggambarkan hubungan manusia dengan alam semesta dan isinya. Menciltakan ritual sesaji dengan falsafah “sakabehing kang ana manunggal kang kapurbalan kawasesa dening Kang Murbeng Dumadi”.
3. Kesadaran Peradaban
Pemahaman mengenai hubungan manusia dengan manusia.
Berwujud ajaran:
  • · Memayu hayuning pribadi,
  • · Memayu hayuning kaluwarga,
  • · Memayu hayuning bebyaran,
  • · Memayu hayuning Negara,
  • · Memayu hayuning bawana.
Menurut Prof. Dr. Branders (1889), manusia JAWA telah memiliki 10 dasar kehidupan asli yang ada sebelum masuknya agama agama impor, yaitu:
(1) Pertanian, sawah, dan irigasi,
(2) pelayaran,
(3) perbintangan,
(4) wayang,
(5) gamelan,
(6) batik,
(7) metrum,
(8) cor logam,
(9) mata uang, dan
(10) sistem pemerintahan.
Budaya2 tersebut ada sejak Jawa kuno dan merupakan kedaulatan spiritual Jawa, filsafat yang digunakan untuk hidup di tanah Jawa, filsafat hidup lengkap di Jawa.
Kesempurnaan, Kesatuan, dan Keutamaan
1. Kesadaran Religius
Iman adanya Tuhan (sesembahan) yang memunculkan ritual penyembahan.
Sembah Raga, Jiwa, dan Sukma, yang mencakup semua daya hidup berupa cipta, rasa, karsa, dan daya spiritual. Berbentuk Tapa Brata (Durung wenangamemuja lamun during tapa brata).
Terdiri dari 5 bentuk:
1) Mengurangi makan dan minum (anerima),
2) Mengurangi keinginan hati (eling),
3) Mengurangi nafsu birahi (tata susila),
4) Mengurangi nafsu amarah (sabar), dan
5) Mengurangi berkata2 atau bercakap2 yang sia2 (sumarah).
Tapa Brata bukan tata cara penyembahan seperti pada agama impor tetapi hanya sarana untuk menata kekuatan hidup (dayaning urip). Tapa Brata merupakan sifat totalitas menjalani hidup yang benar dan baik menuju kesempurnaan. Hidup yang sempurna (sukma) akan bersatu dengan Sang Sempurna (Guruning Ngadadi). Ilmu Kesempurnaan (Kawruh Kasampurnan)
2. Kesadasaran Kosmis
Hubungan manusia dan alam semesta, semua yang ada di semesta adalah satu (manunggal) yang ada berasal dari Sang Pencipta (Sukma Kawekas, Sah Hyang Wisesaning Tunggal, Sanghyang Wenang). Mendasari pengetahuan kesatuan, berupa hubungan kosmis-magis manusia dan alam seisinya.
Bentuk2 ajarannya adalah :
1) Bersatunya alam kecil (mikrokosmos) dengan alam besar (makrokosmos)
Alam dan seisinya, termasuk manusia adalah satu kesatuan.
2) Bapa Angkasa dan Ibu Bumi
Manusia dibangun dari unsur cahaya (cahya lan teja) dan unsur bumi (bumi, banyu, geni, lan angin utowo hawa).
3) Kakang Kawah Adi Ari Ari
Kelahiran berupa makhluk (Sabda Tuhan) yang tampak maupun tidak tampak. Kesadaran kesatuan akan semesta menjadikan manusia JAWA memiliki ritual Slametan dan Sesaji (caos dahar). Sebagai contoh adalah Slametan Mitoni.
Pengetahuan mengenai kesatuan disebut dengan persatuan manusia dan Tuhan (manunggaling kawula lan Gusti). Merupakan puncak filsafat Jawa.
3. Kesadaran Peradaban
Berupa hubungan manusia dengan sesama manusia.
Manusia sebagai makhluk utama haru berhubungan dengan sesame manusia dalam keutamaan (beradab). Mewujudkan kesadasaran berintergrasi apalagi dalam bernegara. Konsep “tata tentrem kerta raharja” menjadi tujuan utama. Sebagai konsep bermasyarakat dan bernegara.
Pengetahuan keutamaan merupakan ajaran untuk menciptakan dunia yang indah (memayu hayuning bawana). Untuk menciptakan dunia yang indah dibutuhkan keutamaan budi pekerti, nilai kerukunan, dan keselarasan yang menjadi nilai utama.
Sehingga, FILSAFAT JAWA (KEJAWEN) merupakan filsafat keutamaan, filsafat keselarasan, dan filsafat keberadaban untuk menciptakan hidup yang rukun, selaras, dan beradab yang berlandaskan budi pekerti dan spiritualitas yang luhur.

Belajar Dari Alam

Belajar Dari Alam
Disadari ataupun tidak, Gusti  Ingkang Maha Agung senantiasa memberikan banyak gambaran pada manusia lewat ciptaanNYA. Tetapi kebanyakan manusia ‘tidak berpikir’ sehingga keberadaan alam ciptaanNYA ini kelihatan biasa-biasa saja.
Gusti  Ingkang Maha Agung kurang lebih memberi penjelasan yang intinya: “Berjalan-jalanlah kamu dimuka bumi. Maka kamu akan melihat kekuasaanKU”. Artinya, kita harus cerdas dan cermat dalam mengamati keberadaan alam semesta itu. Dengan begitu, kita akan bisa merasa dekat dengan Gusti  Ingkang Maha Agung.
Sebenarnya, sangat mudah untuk menikmati keindahan alam. Orang bisa meluangkan waktu dengan bertamasya, wisata ke pegunungan, pantai dan lain-lain. Dalam hal menikmati alam, pandangan antara anak kecil dan orangtua (sudah berumur) akan berbeda. Coba sesekali perhatikan anak kecil yang tengah berjalan-jalan dan tiba-tiba mereka melihat sungai yang airnya mengalir deras. Pasti, tanpa pikir panjang ia akan kepingin untuk mandi di kali itu.
Tapi berbeda dengan orangtua dalam menikmati alam. Para orangtua itu cenderung tidak melihat keindahan dari sungai itu. Yang indah bagi orangtua ataupun orang yang sudah dewasa adalah duit. Kemanapun mata memandang, yang dipikirkan hanyalah duit dan dunia. Padahal yang dilihat indah itu adalah fana dan bakal berubah. Itulah perbedaan antara anak kecil dan orang tua/dewasa dalam memandang keindahan alam.
Banyak sekali yang bisa kita pelajari dari alam. Kita bisa belajar tentang ilmu kesabaran, ilmu kesetiaan, ilmu kepasrahan, ilmu diam dan banyak ilmu lainnya. Bagaimana bisa?. Lihat penjelasan berikut ini.
Belajar Kesabaran
Kalau hendak belajar ilmu kesabaran, maka kita hendaknya belajar pada Bumi yang kita injak setiap harinya ini. Bayangkan, bumi ini tidak pernah mengeluh meskipun diinjak-injak ratusan juta manusia. Bumi juga tidak pernah tersinggung meskipun diludahi, dikencingi bahkan menjadi tempat buangan kotoran manusia. Ia akan dengan sabar menerima semuanya. Kesabaran apalagi yang bisa mengalahkan bumi ciptaan Gusti  Ingkang Maha Agung itu? Tapi kalau manusia berbuat semena-mena terhadap bumi, maka Sang PENCIPTA akan marah dan bumi bakal menggulung dan menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Contohnya, tanah longsor dan lainnya.
Belajar Kesetiaan
Jika hendak belajar ilmu kesetiaan, tidak ada salahnya kita belajar pada matahari. Belajar dalam hal ini bukan berarti menyembah matahari. Tidak! Tetapi kita cukup melihat, merasakan dan mencontoh kesetiaan matahari yang juga ciptaan Gusti  Ingkang Maha Agung. Matahari adalah tempat belajar ilmu kesetiaan karena ia dengan setia senantiasa hadir dari Timur dan terbenam di Barat setiap hari.
Matahari tidak pernah ingkar janji untuk tidak terbit. Ada orang yang guyon dengan mengatakan, lha kalau mendung bagaimana? Meski mendung, matahari tetap bersinar meski tertutup mendung. Bukankah ia terus setia?
Belajar Kepasrahan dan Nerimo (Ikhlas)
Jika Anda ingin belajar ilmu kepasrahan dan nerimo (ikhlas), maka tidak ada salahnya belajar pada laut. Laut yang diciptakan Gusti  Ingkang Maha Agung adalah tempat mengalirnya beribu-ribu sungai di dunia ini. Kotoran apapun yang dilemparkan manusia lewat sungai, pasti akan mengalir ke laut. Dan laut akan pasrah menerima barang-barang buangan itu. Ia tidak pernah mengeluh sedikitpun.
Laut juga akan ikhlas menerima semua air, kotoran atau benda-benda apapun yang mengalir lewat sungai. Keikhlasan yang ditunjukkan oleh laut adalah keikhlasan  semuanya karena Gusti  Ingkang Maha Agung.
Belajar Ilmu dari Tumbuhan
Kita juga harus belajar dari tumbuhan. Apa alasannya? Alasannya jelas, karena tumbuhan sejak dari bibit ia hidup, ia cenderung diam. Tapi tahu-tahu lama kelamaan tumbuhan itu menjadi besar dan memberi manfaat bagi si penanamnya. Bayangkan, sebuah tumbuhan saja tahu cara menghargai dan berterimakasih pada orang yang merawatnya. Sedangkan kita manusia ini yang disebut makhluk mulia oleh Gusti  Ingkang Maha Agung, malah tidak bisa menghargai dan berterimakasih pada Gusti  Ingkang Maha Agung yang telah merawat kita. Apa layak kita disebut sebagai manusia Rahmatan Lil-alamin (manusia yang menjadi rahmat bagi alam semesta)?
Kalau kita menghormati alam, berarti kita juga mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Gusti  Ingkang Maha Agung. Bukan malah kita memper-TUHAN-kan alam.

Sangkan Paraning Dumadi

Sangkan Paraning Dumadi
(Perspektif Hindu)
Ada satu hal yang tidak bisa dilakukan Brahman:
Brahman tidak bisa memisahkan Dirinya dari kita. Kenapa? Dalam ilmu spiritual
Jawa disimpulkan dalam kalimat ya sira ya ingsun. Karena Brahman adalah
hidup kita.
Kalimat sangkan paraning dumadi sudah tidak asing lagi bagi telinga orang Jawa, terutama mereka yang mendalami ilmu spiritual. Ilmunya pun banyak yang menyebutnya dengan istilah ngelmu sangkan paran dengan manunggaling kawula lan Gusti sebagai pencapaian puncaknya. ini sangat sesuai dengan tuntunan Weda sehubungan dengan pelaksanaan dharma sadhana. Para rishi menyatakan bahwa kita bukan badan, pikiran atau emosi kita. Kita adalah jiwa-jiwa agung dalam perjalanan yang mengagumkan. Kita datang dari Brahman, hidup dalam Brahman dan berkembang menuju keesaan Brahman. Kita ada dalam kebenaran, Kebenaran yang kita cari-cari.
Kita adalah jiwa-jiwa abadi yang hidup dan tumbuh dalam langkah-langkah kemajuan yang mengagumkan dan pengalaman keduniawian di mana kita hidup menikmati Hidup. Para rishi Weda telah memberi kita keberanian dengan mengucapkan kebenaran sederhana, “Brahman adalah Hidup dan hidup kita.” Seorang siddhaguru membawa ini lebih jauh dengan mengatakan, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan Brahman: ”Brahman tidak bisa memisahkan Dirinya dari kita. Kenapa? Dalam ilmu spiritual Jawa disimpulkan dalam kalimat ya sira ya ingsun. Karena Brahman adalah hidup kita.
Brahman adalah hidup pada burung.
Brahman adalah hidup pada ikan. Brahman adalah hidup pada hewan. Menyadari akan energi Hidup ini pada semua makhluk, kita akan menyadari kehadiran kasih Brahman dalam diri kita. Kita adalah kesadaran dan energi kekal yang meliputi segala hal. Di sisi dalam, kita ini sempurna setiap saat, dan kita harus mengetahui dan berbuat sesuai dengan penyempurnaan ini agar menjadi murni. Energi kita dan energi Brahman adalah sama, tidak ada bedanya sama sekali. Kita semua adalah anak-anak manis dan Brahman. Setiap han kita harus berusaha melihat energi hidup di pepohonan, burung, hewan dan manusia. Bila hal ini kita lakukan, kita melihat Brahman sedang beraksi. Weda meyakinkan, dia mengetahui Brahman sebagai Hidup dari hidup. Mata dari mata, Telinga dari telinga, Pikir dari pikiran, dia sungguh memahami sepenuhnya Sebab dan semua sebab.
Kini semua tumbuh berkembang menuju Brahman. Dan pengalaman adalah – lannya. Ngelmu iku kelakone kanthi lab. tanpa laku tangeb lamun kelakon. “Laku adalah sadhana (disiplin kerohanian), dan orang yang sedang melaksanakan sadha yang ketat disebut nglakoni, misalnya: tapa mbisu (monabrata), nglelana (dharmayatra), mutih (hanya makan nasi dan minur air putih), ngrowot (hanya makan umbi-umbian), dan berbagai “laku” ekstrim, seperti: nglelana dengan hanya mengenakan cawat, mengemis, dan lain-lain yang bagi orang umum sangat nyeleneh yang sebenarnya dilakukan bukan untuk menjadi perhatian khalayak, tetapi untuk menyingkirkan ego yang melekat pada dirinya. Melalui pengalaman spiritual kita menjadi dewasa di sisi kerohanian. Keluar dari rasa takut menuju ketabahan. Keluar dari kemarahan menuju cinta kasih. Keluar dari perselisihan menuju perdamaian. Keluar dari kegelapan menuju kecerahan dan menyatu dalam Brahman.
Kita telah mengambil kelahiran di dalam tubuh fisik (tumimbal lahir) untuk tumbuh dan berkembang menuju energi potensial kita yang sangat hebat. Kita di dalam batin telah menyatu dengan Brahman. Agama Hindu berisi pengetahuan bagaimana cara menyadari keesaan ini dan tidak menciptakan pengalaman-pengalaman yang tidak dikehendaki.
Jalan yang terbaik adalah mengikuti jejak dari nenek moyang spiritual kita, menemukan arti penuh rahasia dari pustaka-pustaka Weda. Jalan yang terbaik adalah komitmen, belajar, disiplin, pengamalan dan matang dalam yoga menuju kearifan. Pada langkah-langkah awal, kita merasa menderita sampai kita menjadi terlatih. Pengetahuan Weda menuntun kita pada pelayanan; sepi ing pamrih rame ing gawe, dan pelayanan tanpa pamrih adalah awal dari tuntunan spiritual. Pelayanan menuntun kita pada pemahaman. Pemahaman menuntun kita pada meditasi yang mendalam dan tanpa gangguan. Akhirnya, meditasi menuntun kita berserah diri kepada Brahman. Ini adalah jalan lurus dan pasti, menuntun kita ke arah Guru Sejati, Sukma Jati, Kajaten, atau apa pun istilahnya yang tiada lain adalah kesadaran Atman tujuan hidup paling utama dan kemudian menuju moksha, terbebas dan reinkarnasi.
Weda secara bijaksana meyakinkan, “Dengan kecermatan, kebaikan diperoleh. Dari kebaikan, pemahaman dicapai. Dari pemahaman, Jati Diri diperoleh, dan dia yang mencapai kesadaran Atman dibebaskan dan putaran kelahiran dan kematian.”
Tarian Brahman 
Semua gerakan berawal dari Brahman dan berakhir pada Brahman. Keseluruhan dari alam semesta terlibat dalam pusaran aliran dari perubahan dan aktivitas ini adalah tarian Brahman. Kita semua menari bersama Brahman, dan Dia bersama kita. Akhirnya, kita adalah tarian Brahman.
Dunia terlihat seperti tersebut di atas sesungguhnya adalah keramat, hanya ketika kita melihat tarian kosmis Brahman. Segala hal di alam semesta, semua yang kita lihat, dengar dan bayangkan, adalah pergerakan. Galaksi-galaksi melayang tinggi dalam pergerakan; pusaran atom-atom dalam pergerakan. Semua pergerakan adalah tarian Brahman. Bila kita berusaha melawan pergerakan ini dan berpikir semestinya selain dari ini, kita dengan berat hati menari bersama Brahman. Kita dengan keras kepala menentang, menganggap diri kita terpisah, mengkritisi proses dan pergerakan alami sekeliling kita.
Dengan pemahaman kebenaran abadi tersebut kita bawa semua bidang pikiran kita ke dalam pengetahuan bagaimana cara menerima apa adanya dan tidak mengharapkan menjadi yang sebaliknya. Bilamana itu terjadi, kita mulai secara sadar untuk menari bersama Brahman, bergerak dengan aliran suci itu mengelilingi kita, menerima pujian dan cacian, kegembiraan dan duka-cita, kemakmuran dan kesulitan dalam ketenangan jiwa, buah dan pemahaman. Kita kemudian dengan anggun, tak kenal menyerah, menari bersama Brahman. Weda menyatakan, “Jiwa kosmis sesungguhnya adalah keseluruhan alam semesta, sumber abadi semua kreasi, semua aksi, semua meditasi. Siapapun menemukan Dia, tersembunyi jauh di dalam, memotong ikatan kebodohan, tenang selama hidupnya di dunia.”
Tarian adalah pergerakan, dan tarian paling sempurna adalah tarian sebaik-baiknya disiplin. Disiplin Spiritual Hindu menuntun ke arah keesaan dengan Brahman melalui refleksi diri, penyerahan diri, transformasi personal dan banyak yoga.
Untuk kemajuan di jalan ini, kita mempelajari Weda, buku-buku tentang disiplin spiritual Hindu dan guru-guru sadhana kita dan berusaha keras menerapkan kebenaran filosofis ini pada pengalaman hanian. Kita berusaha mengerti pikiran dalam alam rangkap empatnya, yaitu: chitta (kesadaran), manah (naluri), buddhi (akal budi), dan ahamkara (ego atau keakuan). Kita melakukan japa, meditasi dan yoga setiap hari. Disiplin spiritual seperti itu dikenal sebagai sadhana. Ini adalah latihan kebatinan, mental, fisik dan kebhaktian yang memungkinkan kita untuk menari bersama Brahman dengan membawa kemajuan sisi dalam, perubahan persepsi dan perbaikan karakter.
Sadhana memungkinkan kita untuk hidup dengan sifat jiwa yang sopan dan terpelajar. Lebih baik daripada sisi luar, naluriah atau bidang intelektual. Untuk kemajuan yang konsisten, sadhana harus dilakukan secara teratur, dengan pasti, pada waktu yang sama setiap hari, lebih baik pada jam-jam awal sebelum fajar. Sadhana paling utama adalah tantangan dan latihan yang diberikan oleh seorang guru sadhana. “Gusti” = bagusing ati (Brahman = kebijaksanaan), akronim seperti itu sesuai dengan pesan Weda. Weda memperingatkan, “Kesadaran Atman tidak bisa dicapai dengan kelemahan, kecerobohan, serta kedisiplinan tanpa tujuan. Tetapi jika onang telah memiliki pemahaman yang benar, kemudian berusaha dengan cara-cara yang benar, jiwanya memasuki tmpat kediaman Brahman.”
Atman Brahman Aikyam
Tujuan akhir hidup di atas bumi adalah untuk menyadari Atman, pencapaian yang tidak gampang dan nirvikalpa samadhi. Setiap jiwa menemukan Ketuhanannya, Realitas Absolut, Brahman yang kekal, tanpa waktu, tanpa bentuk, tanpa ruang, Sang Atman.
Realisasi dan Atman, Brahman, kodrat dan setiap jiwa, dapat dicapai melalui renunsiasi (penolakan atau penyangkalan), diteruskan meditasi dan membakar benih-benih karma yang masih bertunas. Ini adalah pintu gerbang menuju moksha, pembebasan dan reinkarnasi. Atman berada di luar perkiraan pikiran, di luar perasaan yang alami, di luar aksi atau pergerakan bahkan bagian tertinggi dan kesadaran (chitta).
Pribadi lebih solid daripada sebuah neutron, lebih sukar dipahami daripada ruang hampa, lebih mendalam daripada pikiran dan perasaan. Ini realitas terakhir diri kita, Kebenaran terdalam yang dicari-cari semua pencari Brahman. Ini adalah suatu yang berharga untuk diperjuangkan. Ini perjuangan bernilai tinggi yang dijalani dengan susah payah untuk membawa pikiran di bawah perintah kehendak.
Setelah Atman disadari, pikiran terlihat sebagai sesuatu yang maya, tidak nyata, itulah sesungguhnya. Karena kesadaran Atman harus dialami di dalam tubuh fisik, putaran jiwa kembali lagi dan lagi ke dalam badan jasmani untuk menari bersama Brahman, hidup bersama Brahman dan akhirnya manunggal dengan Brahman menyatu dalam keesaan-Nya. Ya, Atman sebenarnya Brahman (Atman Brahman Aikyam). Weda menjelaskan, “Seperti air dituangkan ke dalam air, susu dituangkan ke dalam susu, menjadi satu tanpa diferensiasi, Atman dan Parama Atman menjadi satu.

Jumat, 08 Maret 2019

Makna Bajak dan Pacul

Makna Bajak dan Pacul

Nama nama bagian dari bajak dan pacul itu dapat diasosiasikan atau diberi pengertian yang ada hubungannya dengan kehidupan rohani. Mari kita cermati.


Bajak





Nama nama tersebut dalam bahasa jawa:

Cekelan              : Pegangan
Apakah peganganmu didunia ini? Apakah imanmu? Aliran yang tertentu dalam kehidupan rohani menggampangkan kita untuk mencapai tujuan. Untuk dapat mengetahui larangan dan kewajiban manusia terhadap Gusti seyogyanya kita mencari pegangan.                                                                                                                                                      

Tanding               : Memikir, membandingkan, menimbang
Semua pengertian rohani yang kita terima dari pegangan kita, janganlah kita  terima dengan buta. Kita seharusnya dapat menempatkan pengertian pengertian  itu pada tempat yang semestinya. Ngelmu membagi pengertian pengertian rohani   dan winadi, wadi dan kodrati. Inilah pegangan ngelmu dalam cara untuk   memikirkan. Soal soal yang harus dimengerti, harus juga dipikirkan. Pengertian  itu hanya bisa timbul kalau kita mengadakan pemikiran dan gagasan. untuk dapat  senantiasa mengembangkan pengertia pengertian yang kita terima maka  seyogyanya kita mempunyai kebiasaan untuk me"menanding"                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          . 
Singkal                : Sing tinemu akal
Dengan cara yang dapat diterima akal budi manusia. Memang hanya pemikiran   yang dapat diterima dengan logika akal dan logika hati adalah pengertian yang  wajar dan hanya pengertian pengertian yang logis dapat memberi kedamaian  hati. Untuk senantiasa dapat mengadakan pemikiran dan gagasan menurut logika  akal dan logika hati, maka kita harus selalu ada dalam terang rohani.                                                                                                                                                                                                 

Kejen                   : Menyang kesawijen
Kedalam manunggaling Kawulo-Gusti, satu satunya tujuan rohani adalah:  -Persatuan Karsa dan Persatuan Rasa
Kepada tujuan ini semua pemikiran dan gagasan rohani harus terarah. Semua pengertian rohani yang tidak tertuju kepada  manunggaling Kawulo-Gusti adalah   penyelewengan atau eksperimen rohani.                    
                                                                                                                                   

Tuntunan             : Tuntunan, Pimpinan
Ngelmu hanya mengenal satu tuntunan: Daya Gaib Gusti. Kepada tuntunan Daya Gaib Gusti semua pengikut ngelmu harus patuh. Semua guru ngelmu hanya berkewajiban mempersiapkan kita untuk hidup berngelmu. Tiap ngelmu adalah milik pribadi.                                                                                                                                                     

Pasangan             : Tempat kerja
Kedua daya kerja yang membawa manusia maju dalam hidup rohani ialah: Daya Gaib Gusti dan Daya Kodrat Manusia atau dengan perkataan lain: rahmat dan niat. Untuk kelancaran hidup rohani maka manusia jangan sampai melupakan  rahmat dan kehabisan niat.                                                                                                                                                  

Sawet                   : Sawetah
Sawet ada dua, demikian pulalah sawetah. Sawetah bisa dibedakan dalam: 
 - sawetah yang bersifat tan-ana dan
 - sawetah yang bersifat mawana

Racuk                   : Ngeraho pucuk
Tujulah yang paling atas atau paling sempurna. Satu satunya tujuan yang sempurna dalam kehidupan rohani adalah : kebebasan kekal.                                                        


Bajak dipakai oleh para petani untuk mengerjakan sawah ladangnya, supaya tanah murni yang ada dibawah bisa dibalik menimbuni tanah gersang yang ada diluar. Diatas tanah yang murni benih tanamannya tentu akan dapat subur hidupnya dan baik buahnya. Begitu pulalah kalau kita membajak hati, supaya sifat sifat murni dapat menimbuni sifat sifat yang tidak sejiwa lagi dengan gelmu. Dalam hati yang penuh dengan sifat dan kecenderungan yang baik, benih kehidupan rohani tentu akan dapat berkembang dan memberikan buah yang bermanfaat bagi kemanusiaan.



Pacul






Nama nama pacul dalam bahasa jawa:

Pacul                 : Kipatna sakabehing sing muncul
Buanglah jauh segala sesuatu yang nampak kembali. Setelah kita menerima ngelmu, maka konsekwensi dari menerima itu adalah: Meninggalkan semua sifat dan kebiasaan yang tidak sesuai dan tidak sejiwa lagi dengan ngelmu Kalau sifat dan kebiasaan itu senantiasa datang kembali maka kita harus berusaha membuang jauh jauh.

Bawak               : Obahing awak
Pergerakan badan. Bagaimana kita bisa membuang sifat dan kebiasaan yang tidak cocok lagi itu karena semua itu ada dalam diri kita? Dengan "obahing awakmu", dengan "penggawe kang becik", dengan perbuatan yang baik, dengan meraba dan menghidupi Siting Gusti. Siting Gusti yang bisa kita hidupi jadi kenyataan itulah kebenaran.                                                                                                                                                                                        
Doran                : Dedonga marang Pangeran
Berdoa kepada Gusti.  Pacul yang tidak ada dorannya tidak bisa dipakai untuk memacul. Semuanya itu  tidak mungkin bisa kita kerjakan dengan daya kodrati manusia sendiri, satu satunya kekuatan adalah dalam Daya Gaib Gusti.
                                                                                                                                

Pacul dipakai oleh para petani untuk mengerjakan sawah ladangnya sehabis dibajak. Tanah tanah yang tidak terbajak bisa dibalik dengan pacul, begitu pula batu batu, kayu dan semua kotoran yang membikin tidak suburnya tanah dibuangnya dengan pacul. 
Demikianlah arti lambang pacul untuk kehidupan rohani. Pacul dalam pengetian merupakan kelanjutan dari niat manusia untuk menerima hidup berngelmu. Pacul sebagai pengertian rohani perlu kiranya mendapat sedikit perhatian.











Kejawen

Kejawen

Kejawen atau biasa dipanggil Kebatinan (Jawa: Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat di mana keberadaanya ada sejak orang Jawa (Bahasa Jawa: Wong Jawa, Krama: Tiyang Jawi ) itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskankan pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.
Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan insan : Sangkan Paraning Dumadhi (lit. "Dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya : Manunggaling Kawula lan Gusthi ("Bersatunya Hamba dan Tuhan"). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:
  1. Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
  2. Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
  3. Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
  4. Mamayu Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam semesta)
berbeda dengan kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap tuhannya. Jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.

Kata “Kejawen” berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)". Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia), Kejawen sebagai agama itu dikembangkan oleh pemeluk Agama Kapitayan jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan Kejawen sebagai agama di mana semua agama yang dianut oleh orang jawa memiliki sifat-sifat kejawaan yang kental.
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, laku olah sepiritualis kejawen yang utama adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa(Bertapa).
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.
Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan kewingitan (wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan yang padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Sultan Agung Mataram dianggap sebagai filsuf peletak fondasi Kejawen Muslim yang kemudian sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling tampak adalah penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran – Pernikahan – Mangkat" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan "bin"/ "binti" nama orang tua di belakang nama kelahiran). Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai Kalender Jawa yang memiliki Primbon sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya. Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen :
  1. Suran (Tahun Baru 1 Sura).
  2. Sepasaran (upacara kelahiran) dan Aqiqah bagi muslim.
  3. Mantennan (Pernikahan dengan segala upacaranya).
  4. Mangkat (Upacara Kematian) – Mengirim Do'a (Kanduri, Wirid, Ngaji) 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari, 1000 Hari, 3000 Hari.
  5. Megeng Pasa – Tanggal 28 dan 29 Bulan Ruwah (Bulan Arwah) Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi.
  6. Megeng Sawal – Tanggal 29 dan 30 Bulan Pasa Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa.
  7. Riadi Kupat (Hari Raya Kupat) – Tanggal 3, 4 dan 5 Bulan Sawal (Bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah).
Karena filsafat kejawen juga beragama, hari besar agama juga merupakan hari penting kejawen. Berikut ini adalah beberapa hari penting tambahan untuk kejawen muslim :
  1. Hari Raya Idul Fitri
  2. Hari Raya Idul Adha.
  3. Hari Raya Jum'at.
  4. Muludan (Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, S.A.W.)
  5. Sekaten (Syahadatain)
Para penganut kejawen sangat menyukai berpuasa dalam ajaran islam karena dianggap sama dengan ajaran leluhurnya selain juga tafakur yang dianggap sama dengan bertapa.
  1. Pasa Weton – berpuasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan jawa.
  2. Pasa Sekeman – Puasa pada hari senin dan kamis.
  3. Pasa Wulan – Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan Kalender Jawa.
  4. Pasa Dawud – Puasa selang-seling, sehari puasa-sehari tidak.
  5. Pasa Ruwah – Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (Bulan Arwah).
  6. Pasa Sawal – Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal.
  7. Pasa Apit Kayu – Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender jawa.
  8. Pasa Sura – Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura.
Selain puasa di atas kejawen juga memiliki puasa biasanya untuk menggambarkan kezuhudan (kesungguhan) dalam mencapai keinginan, jenis puasa tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Pasa Mutih – puasa ini dilakukan dengan jalan hanya boleh makan nasi putih, tanpa garam dan lauk pauk atau makanan kecil dan lain-lain, serta minumnya juga air putih.
  2. Pasa Patigeni – puasa tidak boleh makan, minum dan tidur serta hanya boleh dikamar saja tanpa disinari cahaya lampu.
  3. Pasa Ngebleng – puasa tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar, boleh keluar sekadar tetapi sekadar buang hajat dan boleh tidur tetapi sebentar saja.
  4. Pasa Ngalong – puasa tidak makan dan minum tetapi boleh tidur sebentar saja dan boleh pergi.
  5. Pasa Ngrowot – puasa yang tidak boleh makan nasi dan hanya boleh makan buah-buahan atau sayur-sayuran saja.

Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis sebagai berikut :
  • Kakawin (Sastra Kawi) – merupakan kitab sastra metrum kuno (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno
  • Macapat (Sastra Carakan) – merupakan kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
  • Babad (Sejarah) – merupakan kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno serta Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Suluk (Jalan Spiritual) – merupakan kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi hanjawani yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon. Suluk juga merupakan jenis sastra yang ditembangkan.
  • Kidung (Do'a-Do'a) – sekumpulan do'a-do'a atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya do'a lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Piwulang (Pengajaran) – secara bahasa berarti "yang diulang-ulang" berupa kitab yang mengajarkan tatanan terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
  • Primbon (Himpunan) – secara bahasa berarti "induk", "kumpulan", atau "rangkuman" berupa kitab praktek praktis dalam pelaksanaan tatanan adat sepanjang waktu, juga biasanya dilengkapi cara untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
Naskah-naskah di atas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan), dan sebagainya.