Sejarah Majapahit 11
Salah satu jenis benda yang mudah ditemukan hampir di seluruh permukaan tanah situ-kota Majapahit di Trowulan seluas 9 x 11 km adalah pecahan-pecahan keramik asing. Aktivitas masyarakat sekarang ketika mengolah lahan memungkinkan benda benda itu muncul ke permukaan dalam jumlah yang tidak sedikit. Demikian pula dari kegiatan ekskavasi arkeologi, pecahan-pecahannya terlihat di berbagai lapisan tanah yang berbeda. Kenyataan itu membuktikan bahwa masyarakat Majapahit sudah terbiasa menggunakan keramik untuk keperluan hidupnya.
Ratusan ribu pecahan keramik asing yang telah ditemukan mencakup beragam bentuk wadah seperti ternpayan, guci, buli-buli, cepuk, pasu, piring, mangkok, kendi, jambangan, vas, dan botol; bahkan wadah-wadah seperti bagian-bagian bangunan, figurin, kelereng, dan lain-lain. Semua itu dalam berbagai bentuk, hiasan, warna maupun ukuran. Keanekaragaman bentuk tersebut menggambarkan bermacam peralatan yang digunakan saat itu dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan juga menunjukkan bahwa keramik berglasir selain digunakan sebagai perlengkapan hidup, juga telah dijadikan model untuk mengembangkan berbagai variasi bentuk benda dari tanah liat, karena beberapa bentuk benda dari tanah liat, ditemukan serupa dengan keramik berglasir. Dari tampakan wujudnya, yaitu bahan dasar berwarna putih, permukaannya diberi lapisan glasir sehingga tampak kilap, menunjukkan bahwa jenis benda seperti itu bukanlah produksi setempat. Kaolin, bahan baku utamanya sama sekali tidak tersedia di sekitar daerah Trowulan.
Barang-barang keramik ini sebagian besar berasal dari Cina, pada masa dinasti Song abad X – XIII hingga dinasti Qing abad AXVII-XX; dan sebagian kecil dari wilayah Asia Tenggara Daratan antara lain dari Vietnam, Thailand, dan Kamboja, darimasa antara abad XII-XVIII. Di antara asal keramik seperti tersebut diatas, paling banyak ternyata berasal dari masa dinasti Yuan dan Ming awal (antara abad XIII hingga XV). Sementara itu dari kedua masa itu yang terbanyak adalah mangkok berwarna hijau keabuan, biasa disebut seladon, dibuat dari bahan batuan (stoneware) berwarna abu-abu dengan tekstur padat. Kebanyakan bagian dasar dalamnya terdapat hiasan goresan flora dalam lingkaran tidak berglasir atau ‘tapal kuda’ (biscuited ring). Selain seladon, banyak juga ditemukan keramik berwarna putih dengan hiasan warna biru yang diberi lapisan transparan. Kebanyakan hiasan pada mangkok jenis ini memiliki motif bunga peony dan geometris. Warnawarna lain seperti coklat kekuningan, hitam, coklat kehitaman, hijau, putih kebiruan terdapat antara lain pada bentuk-bentuk seperti tempayan, guci, kendi, cepuk, botol, dsb.
Selain keramik Cina, keramik Thailand (khususnya buatan Sawankhalok dan Sukothai) dari masa yang sejaman juga cukup banyak ditemukan. Wadah-wadah buatan Sawankhalok di antaranya berupa mangkok seladon, buli-buli cokiat kehitaman dengan 2 kupingan di bagian tepian; sedangkan dari Sukothai terutama piring berwarna putih dengan hiasan ikan warna coklat kehitaman di bagian dasar dalam.
Selain ke dua tempat asal tersebut di atas ditemukan pula banyak keramik buatan Vietnam sejaman. Umumnya berupa mangkok berwarna coklat, putih dengan hiasan biru. hijau, dan putih kekreman; sedangkan cepuk cenderung berwarna putih dengan hiasan biru. Yang menarik adalah adanya bahan bangunan di antara keramik-keramik buatan Vietnam. Jenis ini sama sekali tidak dijumpai di antara keramik-keramik berglasir buatan Cina maupun Thailand. Gejala ini memunculkan dugaan bahwa bentuk tersebut hanya merupakan pesanan khusus semata.
Seperti disebutkan di atas, masa pemakaian keramik berglasir buatan luar Majapahit mencapai rentang masa yang cukup panjang, yaitu dari Song akhir (abad XIII) sampai dengan Qing (awal abad XX), dengan masa puncak kejayaan pemakaian antara abad XIII hingga abad ke XV. Rentang waktu yang mencapai beberapa abad tersebut mencerminkan adanya kegiatan perdagangan keramik internasional yang bersifat berkesinambungan. Keadaan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pada waktu itu terdapat suatu badan yang mengelola jual beli komoditi tersebut.
Lebih banyaknya keramik buatan Cina dibandingkan dari daerah lainnya mungkin menunjukkan bahwa buatan Cina lebih disukai dibandingkan yang lain, atau karena tersedia dalam jumlah yang cukup, dianggap mempunyai mutu yang lebih baik, atau keramik Cina memang mendominasi pasar, sehingga keramik lain memang kurang mendapat perhatian.
Melimpahnya temuan keramik di Trowulan ternyata sesuai dengan berita tertulis yang menyebutkan bahwa banyak pedagang Cina di Majapahit yang membawa barang dagangan, diantaranya porselin yang merupakan bagian dari barang bawaan pedagang Cina yang banyak mengalir ke Majapahit. setidaknya dari berita Dinasti Ming disebutkan bahwa orang Majapahit sangat menyukai piring-piring seladon atau piring-piring biru putih berhiasan bunga (Satari 1984). Selain itu menurut Watt (1984) jenis keramik yang merupakan mayoritas temuan di situs Trowulan adalah wadah-wadah dari tungku Longquan. Jenis ini merupakan jenis yang banyak diproduksi dan diperdagangkan, dan masa-masa produksi tersebut merupakan masa kejayaan perdagangan Cina dengan negara luar. Berita tentang pemuatan keramik jenis green ware atau barang-barang hijau disebut pula dalam ekspedisi Shun-Feng-Hsiang-Sung, yang berisi kumpulan jalur navigasi yang dilalui kapal Cina beserta barang-barang yag dikirimkan (Feng 1981 dan Milla 1984).
Pedagang Cina yang banyak berdatangan pada masa itu langsung membawa keramik dari negerinya, juga kemungkinan besar membawa keramik dari Vietnam dan Thailand. Selain pedagang Cina, tidak tertutup kemungkinan saudagar-saudagar India, Arab, Gujarat, Persia dan bangsa lain memperjual-belikan berbagai komoditi dari berbagai daerah, sehingga dapat dikatakan Majapahit sebagai pusat kegiatan perdagangan yang bersifat internasional.