Sejarah Majapahit 9
Bentang lahan Trowulan yang termasuk daerah aluvial fasies gunung api, merupakan suatu daerah yang mempunyai sumber air tanah yang cukup. Apalagi di daerah selatan Trowulan merupakan daerah kaki gunung Arjuna, Welirang dan Anjasmoro. Keletakan dataran ini memungkinkan “melimpahnya” air tanah dan air permukaan di Trowulan, sekalipun daerah itu mengalami musim kemarau yang lebih panjang. Pada umumnya sumber air tanah dapat digali pada kedalaman 3 – 4 m dan kwalitas airnya baik serta mernenuhi syarat untuk diminum.
Sebagai sebuah kota yang padat dengan penduduk, tentu untuk memenuhi kehidupan penduduknya diperlukan air. Air bersih antara lain diperoleh dengan cara menggali tanah untuk membuat sumur. Agaknya penduduk Majapahit telah mengenal sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan. Bagian tepian sumur diberi penguat yang dibuat dari struktur bata dan tembikar (jobong). Kadang-kadang di sekitar permukaan sumur diberi lantai dan saluran air yang terbuka dan ada juga yang tertutup.
Sebuah survei sistematis di Situs Trowulan yang meliput area seluas 9 x 11 km berhasil menemukan sumur-sumur kuna. Densitas sumur-sumur tersebut sebanding dengan densitas temuan lain yang merupakan indikator permukiman kuno. Menariknya, di beberapa tempat terdapat “pemusatan” sumur yang cukup tinggi, misalnya di sekitar Gapura Wringinlawang sebelah tenggara. Dan tempat ini sekurang kurangnya ditemukan 25 buah sumur kuna yang dibuat dan struktur bata dan jobong. Bentuk denahnya ada yang bujursangkar dan ada pula yang bulat dengan ukuran sisi atau garis tengahnya sekitar 1 – 1,50 m. Sumur jobong juga ditemukan, namun jumlahnya tidak banyak. Garis tengah jobong berukuran sekitar 1 m.
Di tempat lain konsentrasi sumur juga ditemukan di sekitar Batok Palung, Sentonorejo, Kedaton, Pandansili dan tempat-tempat lain di Trowulan. Dengan demikian, wajar kalau di Trowulan banyak ditemukan sumur karena Trowulan merupakan sebuah kota yang padat penduduk.
Melihat bahannya, sumur-sumur kuna di Trowulan dibuat dan dua macam bahan, yaitu bata dan tembikar. Bahan ini mempengaruhi teknik pembuatan dan teknik pemasangan. Sumur yang dibuat dan bahan bata denahnya berbentuk bujursangkar atau bulat. Bentuk satuan batanya ada yang empat persegi panjang dan ada pula yang berbentuk melingkar. Bentuk bata yang empat persegi panjang biasa dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bujursangkar dengan teknik pemasangannya berselang-seling tanpa spesi. Bentuk bata yang melingkar dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bulat. Teknik pemasangannya juga berselang-seling dan tanpa spesi. Pemasangan bata berlangsung setelah kedalaman tanah yang digali sampai keluar air tanah yang memenuhi syarat untuk diminum.
Jenis sumur yang lain adalah sumur jobong. Bahan untuk membuat jobong adalah tanah liat yang adonannya sama seperti tanah liat untuk membuat tempayan dan wadah yang ukurannya besar. Masing-masing bagian berbentuk silindris dengan ukuran garis tengah dan tinggi sekitar 1 meter, dan tebal dindingnya sekitar 10 – 20 cm. Salah satu ujung silinder (jobong) mempunyai ukuran garis tengah lebih lebar yang berfungsi sebagai pengunci. Setelah tanah digahi sampai kedalaman air tanah yang layak minum, kemudian masing-masing jobong diturunkan satu demi satu menumpuk sampai ke permukaan sumur. Bagian yang garis tengahnya lebih besar terletak di bawah, menutupi bagian yang garis tengahnya lebih kecil.
Air sumur selain berfungsi untuk keperluan sehari-hari pada sebuah runiah tangga, berfungsi juga untuk upacara keagamaan dan pertanian dalam skala yang kecil (misalnya untuk menyirami tanaman ketika kemarau).